Senin, 25 November 2013

9. PENGARAHAN DAN PERKEMBANGAN ORGANISASI


  • PENTINGNYA MOTIVASI

Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu
itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).

A. Pentingnya Motivasi

Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan

sebagai rencana atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup. Dengan kata lain motivasi adalah sebuah proses untuk tercapainya suatu tujuan. Seseorang yang mempunyai motivasi berarti ia
telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam kehidupan.

Lalu apa pentingnya motivasi dalam kehidupan? Tentu saja penting, motivasi adalah merupakan suatu energi dalam diri manusia yang dapat mendorong untuk melakukan aktivitas tertentu dengan tujuan tertentu, contohnya, tanpa motivasi seorang siswa tidak akan membaca, belajar dan sekolah dan akhirnya tentu saja tidak akan mencapai suatu keberhasilan dalam belajar. Begitupula dengan kehidupan sehari-hari, kita pasti memiliki motivasi untuk melakukan banyak hal, mencapai cita-cita dan lainnya. Tanpa motivasi, kita tidak akan bias melanjutkan hidup dengan baik, karena motivasi seperti jiwa dalam cita-cita.

Pentingnya motivasi dalam hidup berasal dari Sumber motivasi itu sendiri , berikut sumber informasi :

a) Motivasi Internal yaitu motivasi dari dalam diri, dari perasaan dan pikiran diri sendiri, tidak perlu adanya rangsangan dari luar. Orang yang memiliki motivasi internal, akan memandang dirinya secara positif. Sebagai contoh, seseorang yang melakukan aktivitas belajar secara terus menerus tanpa adanya motivasi dari luar dirinya dan bila ditinjau dari segi tujuan kegiatannya, orang tersebut ingin mencapai tujuan yang terkandung di dalam perbuatan belajar itu sendiri, misal karena ingin mendapatkan pengetahuan, bukan karena tujuan yang lain.

b) Motivasi eksternal yaitu motivasi dari luar atau mendapatkan rangsangan dari luar. Sebagai contoh, motivasi seseorang timbul karena dari bacaan yang memotivasi, lingkungan, atau dari kehidupan keseharian. Sehingga bila ditinjau dari segi tujuannya orang tersebut tidak langsung terjun didalam apa yang dilakukannya. Hal ini sangat diperlukan bagi orang yang tidak memiliki motivasi internal.

Dari hal yang telah disebutkan di atas, maka motivasi tidak hanya timbul dari dalam diri kita secara sendirinya tetapi dapat ditimbulkan oleh faktor luar atau rangsangan luar. Dan motivasi yang terdapat dalam diri saya lebih kepada motivasi eksternal. Motivasi tersebut timbul tidak dari diri saya tetapi ditimbulkan oleh faktor luar seperti termotivasi untuk mendapatkan hasil atau

nilai yang baik, dari dukungan orang tua, dan meraih cita-cita yang diinginkan. Namun tak selamanya motivasi eksternal itu timbul, sehingga kita perlu menumbuhkan motivasi internal dalam diri kita.

Dan berikut tips untuk menumbuhkan motivasi secara internal :

1. Menciptakan Imbalan. Kalau kita melakukan sesuatu(A), misal belajar maka akan mendapatkan hasil atau IPK yang tinggi. Dengan begitu diri kita akan termotivasi untuk melakukan sesuatu yang berguna(A).

2. Ambil selalu langkah kecil. Terkadang untuk mendapatkan sesuatu yang besar perlu langkah-langkah kecil.

3. Menciptakan Kesusahan. Hal ini merupakan kebalikan dari yang pertama. misalnya kalau kita tidak melakukan sesuatu (B), misal belajar, maka kita tidak akan mendapatkan IPK yang tinggi. Tentu kita akan termotivasi untuk melakukan tindakan ini(B).

4. Susun Rencana beserta langkah-langkahnya. Dengan memiliki rencana, kita seolah-olah punya alur dan plot menuju tujuan secara teratur. Secara tidak langsung ini akan memotivasi dalam mencapai tujuan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan sesuatu dorongan yang akan membuat kita selalu semangat dalam melakukan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan. Misal, seorang suami bekerja keras
mencari uang demi memberi makan keluarganya. Tanpa adanya motivasi, cita-cita atau tujuan yang kita targetkan akan sulit terwujudkan karena kurangnya semangat dalam mencapai tujuan tersebut. Dan dengan memiliki motivasi yang kuat, kita akan akan memiliki apresiasi dan penghargaan yang tinggi terhadap diri dan hidup ini, sehingga tidak ada keraguan dalam mencapai tujuan atau cita-cita kita.
  • PANDANGAN MOTIVASI DALAM ORGANISASI

 Lima fungsi utama manajemen adalah planning, organizing, staffing, leading, dan controlling. Pada pelaksanaannya, setelah rencana dibuat (planning), organisasi dibentuk (organizing), dan disusun personalianya (staffing), maka langkah berikutnya adalah menugaskan/mengarahkan karyawan menuju ke arah tujuan yang telah ditentukan. Fungsi pengarahan (leading) ini secara sederhana adalah membuat para karyawan melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan dan harus mereka lakukan. Memotivasi karyawan merupakan kegiatan kepemimpinan yang termasuk di dalam fungsi ini. Kemampuan manajer untuk memotivasi karyawannya akan sangat menentukan efektifitas manajer. Manajer harus dapat memotivasi para bawahannya agar pelaksanaan kegiatan dan kepuasan kerja mereka meningkat.

Berbagai istilah digunakan untuk menyebut kata ‘motivasi’ (motivation) atau motif, antara lain kebutuhan (need), desakan (urge), keinginan (wish), dan dorongan (drive). Dalam hal ini, akan digunakan istilah motivasi yang diartikan sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.
Motivasi menunjuk kepada sebab, arah, dan persistensi perilaku. Kita bicara mengenai penyebab suatu perilaku ketika kita bertanya tentang mengapa seseorang melakukan sesuatu. Kita bicara mengenai arah perilaku seseorang ketika kita menanyakan mengapa ia lakukan suatu hal tertentu yang mereka lakukan. Kita bicara tentang persistensi ketika kita bertanya keheranan mengapa ia tetap melakukan hal itu (Berry, 1997).

Suatu organisme (manusia/hewan) yang dimotivasi akan terjun ke dalam suatu aktivitas secara lebih giat dan lebih efisien daripada yang tanpa dimotivasi. Selain menguatkan organisme itu, motivasi cenderung mengarahkan perilaku (orang yang lapar dimotivasi untuk mencari makanan untuk dimakan; orang yang haus, untuk minum; orang yang kesakitan, untuk melepaskan diri dari stimulus/rangsangan yang menyakitkan (Atkinson, Atkinson, & Hilgard, 1983).

Sampai pada abad 17 dan 18, para pakar filsafat masih berkeyakinan bahwa konsepsi rasionalisme merupakan konsep satu-satunya yang dapat menerangkan tindakan-tindakan yang dilakukan manusia. Konsep ini menerangkan bahwa manusia adalah makhluk rasional dan intelek yang menentukan tujuan dan melakukan tindakannya sendiri secara bebas berdasarkan nalar atau akalnya. Baik-buruknya tindakan yang dilakukan oleh seseorang sangat tergantung dari tingkat intelektual orang tersebut. Pada masa-masa berikutnya, muncul pandangan mekanistik yang beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh manusia timbul dari adanya kekuatan internal dan eksternal, diluar kontrol manusia itu sendiri. Hobbes (abad ke-17) mengemukakan doktrin hedonisme-nya yang menyatakan bahwa apapun alasan yang diberikan oleh seseorang atas perilakunya, sebab-sebab terpendam dari semua perilakunya itu adalah adanya kecenderungan untuk mencari kesenangan dan menghindari kesusahan.

Teori Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang.
Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya:

1.      Durasi kegiatan;
2.      Frekuensi kegiatan;
3.      Persistensi pada kegiatan;
4.      Ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan;
5.      Devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan;
6.      Tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan;
7.      Tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan;
8.      Arah sikap terhadap sasaran kegiatan.


  • TEORI - TEORI MOTIVASI
  1. TEORI ISI
Motivasi merupakan salah satu daya perangsang kepada pegawai, dengan istilah populer sekarang pemberian kegairahan bekerja pada pegawai. Sebelumnya untuk menjelaskan apa itu teori isi motivasi, sebaiknya kita harus mengerti apa pengertian motivasi itu sendiri. Motivasi berasal dari motive atau prakata bahasa latinnya, yaitu movere yang berarti “mengerahkan”. Seperti yang dikatakan Liang Gie dalam bukunya Martoyo motive atau dorongan adalah suatu dorongan yang menjadi pangkalseseorang melakukan sesuatu atau bekerja. 

Teori isi motivasi pada dasarnya ingin melihat “apa” dari motivasi tersebut. Teori ini ingin melihat faktor-faktor dalam seseorang yang menyebabkan ia berprilaku tertentu dan kebutuhan apa yang ingin dipenuhi seseorang? Kenapa seseorang terdorong berperilaku tertentu? Kebutuhan tersebut ingin dipenuhi, dan hal ini menyebabkan seseorang untuk berperilaku tertentu. Ada pula nama lain dari teori ini yaitu teori content ini berasumsi bahwa perilaku manusia didorong oleh stimuli internal (kebutuhan-kebutuhan) tertentu. Oleh karena itu teori ini lebih banyak memperhatikan sebab-sebab internal dan eksternal perilaku (needs dan incentives) ada tiga variable utama dalam menjelaskan perilaku utama dalam menjelaskan perilaku pekerja (tenaga kependidikan). 

Pertama, Employee Needs. Seseorang pekerja (tenaga kependidikan) mempunyai sejumlah kebutuhan yang hendak dipenuhi, yang berkisar pada: kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Kedua, Organizational Incentives. Organisasi mempunyai sejumlah rewads untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pekerja (tenaga kependidikan), sehingga faktor-faktor ini sangatlah berpengaruh terhadap arah dari perilaku pekerja (tenaga kependidikan). Ketiga, Perceptual Outcomes. Pekerja (tenaga kependidikan) biasanya mempunyai sejumlah persepsi mengenai; Nilai dari reward organisasi, hubungan antara performansi dengan rewards, dan kemungkinan yang bisa dihasilkan melalui usaha mereka dalam performansi kerjanya. 

Adapun hirarki teori ini adalah Needs/Kebutuhan---Drive/Dorongan----Actions/Tindakan---Kepuasaan, kemudian kembali kepada Needs/Kebutuhan. Seseorang pada mulanya mempunyai kebutuhan. Misalkan seseorang haus, berarti ia mempunyai kebutuhan untuk minum. Kebutuhan tersebut mendesak lebih kuat, ingin dipenuhi, dan berubah menjadi doringan. Kemudian dengan sendirinya orang tersebut melakukan tindakan, misalnya ia pergi membeli minuman dan meminumnya. Sehingga terpenuhilah kebutuhan dirinya.

Sekilas teori ini sangat sederhana, tetapi dalam praktek ada banyak kesulitan dalam menerapkan teori tersebut. Sekilas, pimpinan dapat menentukan kebutuhan apa yang diingini oleh karyawannya (tenaga pengajar) dengan melihat perilaku seorang tengaga pengajar. Namun bebrapa kesulitan akan muncul. Pertama, kebutuhan sangat berbeda dari satu orang ke orang lainnya, dan berubah dari waktu ke waktu. Menentukan kebutuhan seseorang dan member insentif untuk memotivasi orang tersebut, bukan merupakan pekerjaan mudah. Kedua, cara kebutuhan dimanifestasikan ke dalam tindakan juga akan sangat berbeda. Seseorang yang membutuhkan uangkan bekerja lebih keras dengan harapan memperoleh imbalan ekstra. Tetapi orang lain barangkali akan lebih senang mengurangi kerja di kantor dan menambah jam kerja di luar kantor (sambilan) dengan harapan dapat memperoleh imbalan tambahan. Inilah yang kebanyakan terjadi di negeri ini, guru- guru kita banyak melakukan pekerjaan sambilan demi mendapatkan tambahan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya, sehingga kompetensinya tidak terpenuhi. Hal ini dapat kita lihat bahwa guru yang seperti ini pastilah tidak akan konsentrasi dengan tugas pokoknya sebagai pengajar. Hingga akhirnya berimbas pada kualitas pendidikan di Indonesia. Sehingga para pimpinan dalam lembaga pendidikan Islam tidaklah mudah menerapkan teori ini begitui saja. Untuk memperdalam teori ini, ada beberapa tokoh dalam teori isi antara lain Maslow, Herzberg, dan McCleand.

a. Teori Motivasi Maslow

Abraham Maslow, dari Brandeis university, sangat terkenal dengan teori hierarki kebutuhannya, yang banyak dijadikan sebagai titik acuan oleh sarjana oleh sebagian besar sarjana untuk memahami motivasi kerja seseorang dalam organisasi, baik skala mikro maupun makro. Teori hierarki kbutuhan yang bersifat deduktif tersebut, oleh Maslow dikembangkan atas dasar tiga asumsi pokok, yaitu:

(1) People are wanting animals. Their desires are never completely satisfied. As soosn as one of his need is satisfied, another appears in its place. This procee is unending. It continues from brth to death. (Manusia adalah makhluk yang selalu berkeinginan, dan keinginan mereka selalu tidak pernah terpenuhi seluruhnya. Setelah satu keinginan terpenuhi langsung muncul keinginan lain. Proses ini tidak berakhir. Proses ini berlangsung dari lahir hingga mati).

(2) A satisfied need is not a motivator of human behavior. (kebutuhan atau keinginan yang sudah terpenuhi tidak akan menjadi pendorong lagi).

(3) Human needs are arranged in a hierardhy of importance.(Kebutuhan manusia tersusun menurut hierarki tingkat pentingnya kebutuhan). 

Berikut ini penjelasan kebutuhan seseorang tersusun secara hierarkis yaitu :

- Aktualisasi yaitu kebutuhan untuk berkembang, kebutuhan untuk mewujudkan potensi diri. Misalnya mencapai prestasi tertentu, memberi pekerjaan yang menantang dan lain sebagainya.
- Pengakuan yaitu kbutuhan dihormati orang lain, kebutuhan mampu menyelesaikan pekerjaan, kebutuhan self-esteem. Misalnya jabatan, posisi, dan lain sebagainya.
- Sosial yaitu kebutuhan akan cinta, perhatuan, perasaan bersatu, dan kontak dengan manusia lainnya. Misalnya kebersamaan, teman kerja dan lain sebagianya.
- Keamanan yaitu kebutuhan akan keamanan, dan bebas dari kelakuan akan ancaman. Misalnya stabilitas pendapatan, rencana pensiun dan lain sebagianya.
- Fisiologis yaitu kebutuhan akan udara, makan, minum, tempat tingal, dan sex. Misalnya makanan, gaji dasar dan sebagainya. 

b. Teori Motivasi Alderfer (ERG)

Menurut teori motivasi yang dikemukakan oleh Clayton P. Alderfer bahwa dorongan motivasi timbul dari tiga macam kebutuhan yang disebut sebagai ERG, yaitu:
- Existence (E)
- Relatedness (R)
- Growth (G)
Kebutuhan eksistensi berasal dari beberapa kebutuhan fisiologis seperti makan, minum, gaji, dan kondisi kerja. Kebutuhan interaksi (Relatedness) berasal dari kebutuhan berhubungan dengan orang lain, keluarga, atasan, bawahan, teman atau bahkan msuh. Kebutuhan pertumbuhan (Growth) mendorong seseorang untuk lebih kreatif atau lebih produktif. Sehingga letak perbedaannya Alferder menyingkat lima kebutuhan Maslow menjadi tiga macam kebutuhan.

c. Teori Motivasi David McClelland

Menurutnya, ada tiga kebutuhan dasar yang memotivasi manusia. Ketiga kebutuhan tersebut adalah:
- Kebutuhan akan kekuasaan (need for power atau n-pow). Manusia ingin mempunyai kekuasaan.
- Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation atau n-aff). Manusia ingin berinteraksi dengan orang lain.
- Kebutuhan akan prestasi (need for achievement atau n-ach). Manusia ingin senantias berprestasi dan mempunyai keinginan kuat untuk selalu sukses sekaigus mempunyai kekhawatiran yang sangat tinggi terhadap kegagalan. 

d. Teori Motivasi Herzberg

Herzberg berkesimpulan ada dua faktor yang menetukan motivasi seseorang yaitu: pertama, satisfiers merupakan faktor pendorong motivasi seseorang. Adanya faktor tersebut membuat motivasi seseorang terdorong. Sebaliknya, kedua, apabila dissatisfiers (faktor hygiene) adam seseorang akan merasa terganggu kerjanya. Tetapi kalau faktor dissatisfiers dihilangkan, motivasi tidak akan muncul dengan sendirinya. Motivasi hanya muncul apabila faktor satisfiers ada. Sehingga keduanya satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

2. TEORI PROSES

Teori proses dalam motivasi berusaha menjelaskan bagaimana dan tujuan apa yang membuat seseorang berperilaku tertentu. Jika kita memperhatikan teori isi berusaha mencari jawab mengenai “apa” motivasi, sedangkan teori proses berusaha menjawab “bagaimana” suatu motivasi. Sehingga penekanannya jauh berbeda yakni teori proses lebih mengarahkan perhatiannya pada proses melalui para pekerja yang melakukan pilihan-pilihan motivasinya. Teori proses menyatakan bahwa perilaku seseorang pekerja dapat dikendalikan dengan rewards dan punishment (hukuman).
Menurut teori ini, motivasi timbul karena adanya kebutuhan (needs), kemudian ada harapan (expectancy) terhadap kemungkinan memperoleh balasan (rewards) yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Valance atau kekuatan keinginan seseorang terhadap rewards atau balasan juga akan menetukan seberapa besar motivasi seseorang. 

Melihat beberapa pendapat diatas dapat kami simpulkan bahwa teori ini menjelaskan perilkau seorang pekerja (pendidik) dapat dihasilkan dan dipertahankan melalui penyokong luar atau rewards. Sehingga dari pekerja (pendidik) akan saling berbeda, sesuai dengan tingkat pendidikan dan kondisi ekonominya. Dapat kita melihat orang yang mempunyai pendidikan yang tinggi dan semakin independen secara ekonomi, maka sumber motivasinya pun akan berbeda, tidak lagi semata-mata ditentukan oleh sarana motivasi tradisional, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor kebutuhan akan internal. Untuk lebih jelasnya teori proses ini dikembangkan oleh beberapa ahli sebut saja Vroom serta Lawrence dan Porter yang menjelaskannya lebih terperinci.

a. Teori pengharapan Vroom

Vroom melakukan kritik keras terhadap teori Herzberg dan teori lain yang terlalu tergantung pada isi dan konteks kerja dalam teori motivasi kerja. Dia mengajukan teori yang baru yaitu motivasi pengharapan. Menurutnya motivasi seseorang akan tergantung pada antisipasi hasil dari tindakannya (dapat negative atau positif) dikalikan dengan kekuatan pengharapan orang tersebut bahwa hasil yang diperoleh akan menghasilkan sesuatu yang dia inginkan. Dengan kata lain, motivasi seseorang akan tergantung dari antisipasi hasil dan probabilitas tujuan orang tersebut akan tercapai.


b. Model Porter-Lawler

Model ini merupakan pengembangan model pengharapan Vroom. Menurutnya kepuasan pekerja akan mendorong prestasi. Porter-Lawler membalik hubungan tersebut dan mengatakan bahwa prestasi kerja akan mendorong kepuasan pekeraj (pendidik). Menurut model tersebut, prestasi menghasilkan dua macam balasan yaitu: pertama Intinsik yakni balasan yang berasal dari internal kerja itu sendiri, seperti pengakuan atau kepuasan mencapai prestasi tertentu dan kedua Ekstrinsik yakni balasan dari pihak luar, seperti gaji dan promosi. 

Sehingga karyawan akan mengevaluasi balasan (imbalan) tersebut untuk melihat apakah seimbang dengan apa yang mereka kerjakan apakah cukup adil dan wajar. Apabila karyawan merasa diperlakukan cukup adil dan wajar, maka karyawan akan merasakan kepuasan kerja, begitupun sebaliknya karyawan akan merasa tidak puas jika yang dia dapatkan tidak adil (bahkan diperlakukan sewenang-wenang) dan merasa tidak wajar. Kemudian janganlah kita merasa heran melihat para pendidik mengajar dengan “sesuka hatinya”, kemungkinan apa yang dia dapatkan tidak wajar.

c. Teori Motivasi Keadilan (Equity Approach)

Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara yang dibuat bagi kepentingan organisasi (lembaga pendidikan) dalam imbalan yang diterima. Artinya, apabila seseorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi yang pertama adalah seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar. Kedua, adalah mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. 

Teori ini mengatakan bahwa motivasi, prestasi, dan kepuasan kerja merupakan fungsi dari persepsi keadilan (atau kewajaran) yang dirasakan oleh pendidik terhadap balasan yang diterimanya. Keadilan tersebut diukur berdasarkan rasio antara output yang dihasilkan orang tersebut (missal, gaji atau promosi) dengan input seseorang (missal usaha atau keterampilan). Kemudian dia akan mengembangkan rasio dia dengan rasio orang lain pada situasi yang sama. Pertimbangan subjektif tersebut akan menentukan kepuasan, prestasi, dan motivasi kerja orang tersebut.
Sehingga wajarlah kemudian banyak tenaga pendidik (terutama guru honorer) banyak melakukan tuntutan, karena ia merasakan ketidakadilan dengan apa yang mereka berikan untuk kemajuan pendidikan.

d. Teori Penentuan Tujuan (Goal Setting Theory)

Teori ini mengasumsikan manusia sebagai individu yang berpikir, yang berusaha mencapai tujuan tertentu. Teori ini memfokuskan pada proses penetapan tujuan itu sendiri. Artinya jika karyawan (pendidik) tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk mebcapi tujuan, maka ia tidak akan mau (tidak termotivasi) bekerja untuk mencapai tujuan tersebut. 

3. Teori Reinforcement

Teori isi mencoba menjelaskan “apa”, teori proses mencoba menjelaskan “bagaimana”. Sedangkan teori motivasi reinforcement mencoba menjelaskan peranan balasan dalam membentuk perilaku tertentu. Artinya teori ini menganggap bahwa jika suatu perilaku akan diberi balasan yang menyenangkan (rewarding), maka dengan sendirinya perilaku tersebut akan diulangi lagi bahkan meningkatkan di masa yang akan mendatang. Begitupun sebaliknya, jika suatu perilaku diberi hukuman (balasan yang tidak menyenangkan atau punishment) maka dengan sendirinya perilaku tersebut tidak akan diulangi.


Proses reinforcement dapat digambarkan sebagai berikut ini.

Respons masa mendatang
àKonsekuensi à Respons àStimulus
Dari gambaran diatas stimulus (perintah), yang kemudian seseorang berperilaku tertentu (mlakukan perintah atasan). Kemudian, karena menjalankan perintah dengan baik ada konsekuensi tertentu (mendapatkan upah yang sebanding). Karena dengan imbalan yang memadai, maka dengan sendirinya perilaku tersebut akan diulangi bahkan meningkatkan kinerjanya di masa yang akan mendatang.

Sedangkan dalam Perubahan perilaku manusia dapat dilakukan dengan menggunakan teori reinforcement. Pertama, reinforcement positif ditujukan untuk memperkuat perilaku tertentu (perilaku tertentu di ulangi lagi) dengan jalan memberi balasan yang positif. Kedua, avoidance (penghindaran), manusia tidak melakukan suatu perilaku tertentu karena ingin menghindari konsekuensi yang tidak menyenangkan. Karyawan akan selalu dating tepat waktu karena ingin menghindari konsekuensi yang tidak menyenangkan berupa hukuman pemotongan gaji bahkan teguran yang keras dari pimpinan. Ketiga, extinction (pemadaman) digunakan untuk memperlemah perilaku tertentu dengan jalan mengabaikan, tidak ada reinforcement perilaku tersebut. Dengan jalan semacam itu suatu perilaku diharapakan semakin mlemah dan pada akhirnya “hilang”. Jika pemadaman tidak berhasil menghilangkan perilaku tertentu, manajer (pimpinan lembaga) dapat menggunakan hukuman (punishment). Hal ini pun dapat teraplikasi dalam dunia pendidikan dengan memperhatikan peranan balasan kesejahteran tenaga kependidikan, sehingga berbanding lurus dengan apa yang dia berikan (mengabdikan dirinya secar “totalitas” dalam pendidikan).
B. Kritik Terhadap ke 3 Teori Tersebut

1. Kritik terhadap teori Isi

Meskipun teori isi menyumbangkan pemahaman terhadap motivasi manusia, terlebih dalam mengaplikasikan dalam dunia pendidikan. Tetapi teori ini bukannya tanpa kritik. Menurut Hamdun M. Hanafi “teori ini nampak sederhana, manajer tinggal menentukan kebutuhan akan karyawan, dan kemudian berusaha memacu karyawan tersebut untuk bekerja mencapai tujuan organisasi sambil memnuhi kebutuhannya sendiri. Karyawan diberi gaji agar mau bekerja mencapai tujuan organisasi, karena karyawan mempunyai kebutuhan fsiiologis”. Namun demikian motivasi tersebut sangatlah kompleks.
Kebutuhan seseorang pada umumnya berubah baik itu di pengaruhi waktu, budaya, bahkan letak goegrafis. Sebagai contoh manajer (pimpinan) kewalahan dalam menentukan keinginan para pekerjanya (pendidik), karena kebutuhan seseorang akan kebutuhan hidupnya. Begitupun bias budaya kemungkinan juga berpengaruh terhadap kebutuhan. Model motivasi seperti Maslow mungkin hanya berlaku di Amerika Serikat saja, tingkatan hirarkis kemungkinan akan berlainan dari satu budaya ke budaya yang lainnya.
2. Kritik Terhadap Teori Proses
Teori proses motivasi membantu memahami proses motivasi, tetapi teori tidak dapat langsung diaplikasikan. Manejer harus memahami dulu bawahan dan kepribadian mereka, dan hal ini memakan waktu dan usaha. Karyawan yang mengalami perlakukan tidak adil di masa yang lalu atau tidak terpenihi kebutuhannya di masa lalu,akan cenderung tidak percaya kepada manejer. Hal ini juga membutuhkan waktu untuk mengembalikan kepercayaan karyawan tersebur. Manejer dapat mengatasi hal ini dengan cara menetapkan satandar yang jelas dan adil. Teori proses mengajarkan bahwa kepuasan karyawan dalam menyelesaikan tugas dengan baik, merupakan kepuasan tersendiri bagi karyawan. Manejer harus menyediakan sumberdaya yang didapatkan agar karyawan tersebut mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik.
3. Kritik Terhadap Teori Perlakuan (Reinforcement)
Teori ini tampak terlalu sederhana. Sekilas nampak dengan teori motivasi klasik ( jika kita menggunakan uang sebagai perlakukan positif ), meskipun teori tersebut lebih dari sekedar teori klasik. Perubahan perilaku manusia nampak seperti perubahan perilaku binatang atau robot, yang nampaknya menyalahi anggapan bahwa manusia merupakan mahluk yang dapat memilih. Perubahan perilaku manusia mempunyai kesan negative dan dikhawatirkan dapat digunakan dengan salah oleh orang-orang yang “salah”. Tetapi teori tersebut nampak lebih praktis karena manejer tinggal memberi konsekuensi positif terhadap perilaku yang baik, dengan harapan perilaku tersebut akan terulang. Manejer tidak dapat mempelajari semua katakteristik karyawan yang sangat sulik dilakukan. Manejer tinggal menetapkan perilaku yang diinginkan atau yang tidak diinginkan dengan jelas, dan kemudian menetapkan balasan terhadap perilaku-perilaku tersebut dengan jelas dan adil. 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar