Senin, 25 November 2013

10. PENGARAHAN DAN PERKEMBANGAN ORGANISASI (KOMUNIKASI)


  • PENGERTIAN KOMUNIKASI

Kata atau istilah komunikasi (dari bahasa Inggris “communication”),secara etimologis atau menurut asal katanya adalah dari bahasa Latincommunicatus, dan perkataan ini bersumber pada kata communis Dalam kata communis ini memiliki makna ‘berbagi’ atau ‘menjadi milik bersama’ yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk kebersamaan atau kesamaan makna.

Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Karena itu merujuk pada pengertian Ruben dan Steward(1998:16) mengenai komunikasi manusia yaitu:
Human communication is the process through which individuals –in relationships, group, organizations and societies—respond to and create messages to adapt to the environment and one another. Bahwa komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain.

Untuk memahami pengertian komunikasi tersebut sehingga dapat dilancarkan secara efektif dalam Effendy(1994:10) bahwa para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk untuk menjelaskan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut:Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?

Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu,yaitu:

1. Komunikator (siapa yang mengatakan?)
2. Pesan (mengatakan apa?)
3. Media (melalui saluran/ channel/media apa?)
4. Komunikan (kepada siapa?)
5. Efek (dengan dampak/efek apa?).

Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, secara sederhana proses komunikasi adalah pihak komunikator membentuk (encode) pesan dan menyampaikannya melalui suatu saluran tertentu kepada pihak penerima yang menimbulkan efek tertentu.
  • PROSES KOMUNIKASI

Berangkat dari paradigma Lasswell, Effendy (1994:11-19) membedakan proses komunikasi menjadi dua tahap, yaitu:

1. Proses komunikasi secara primer

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah pesan verbal (bahasa), dan pesan nonverbal (kial/gesture, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya) yang secara langsung dapat/mampu menerjemahkan pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.

Seperti disinggung di muka, komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan yang diterima oleh komunikan. Dengan kata lain , komunikasi adalah proses membuat pesan yang setala bagi komunikator dan komunikan. Prosesnya sebagai berikut, pertama-tama komunikator menyandi (encode) pesan yang akan disampaikan disampaikan kepada komunikan. Ini berarti komunikator memformulasikan pikiran dan atau perasaannya ke dalam lambang (bahasa) yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan. Kemudian giliran komunikan untuk menterjemahkan (decode) pesan dari komunikator. Ini berarti ia menafsirkan lambang yang mengandung pikiran dan atau perasaan komunikator tadi dalam konteks pengertian. Yang penting dalam proses penyandian (coding) adalah komunikator dapat menyandi dan komunikan dapat menerjemahkan sandi tersebut (terdapat kesamaan makna).

Wilbur Schramm (dalam Effendy, 1994) menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil (terdapat kesamaan makna) apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference) , yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings) yang diperoleh oleh komunikan. Schramm menambahkan, bahwa bidang (field of experience) merupakan faktor penting juga dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya, bila bidang pengalaman komunikan tidak sama dengan bidang pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain. 

Sebagai contoh seperti yang diungkapkan oleh Sendjaja(1994:33)yakni : Si A seorang mahasiswa ingin berbincang-bincang mengenai perkembangan valuta asing dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Bagi si A tentunya akan lebih mudah dan lancar apabila pembicaraan mengenai hal tersebut dilakukan dengan si B yang juga sama-sama mahasiswa. Seandainya si A tersebut membicarakan hal tersebut dengan si C, sorang pemuda desa tamatan SD tentunya proses komunikaasi tidak akan berjalan sebagaimana mestinya seperti yang diharapkan si A. Karena antara si A dan si C terdapat perbedaan yang menyangkut tingkat pengetahuan, pengalaman, budaya, orientasi dan mungkin juga kepentingannya.

Contoh tersebut dapat memberikan gambaran bahwa proses komunikasiakan berjalan baik atau mudah apabila di antara pelaku (sumber dan penerima) relatif sama. Artinya apabila kita ingin berkomunikasi dengan baik dengan seseorang, maka kita harsu mengolah dan menyampaikan pesan dalam bahasa dan cara-cara yang sesuai dengan tingkat pengetahuan, pengalaman, orientasi dan latar belakang budayanya. Dengan kata lain komunikator perlu mengenali karakteristik individual, sosial dan budaya dari komunikan.

2. Proses komunikasi sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.
Seorang komunikator menggunakan media ke dua dalam menyampaikan komunikasike karena komunikan sebagai sasaran berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dsb adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Proses komunikasi secara sekunder itu menggunakan media yang dapat diklasifikasikan sebagai media massa (surat kabar, televisi, radio, dsb.) dan media nirmassa (telepon, surat, megapon, dsb.).
  • SALURAN KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
Ada tiga hal penting dalam mempelajari komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi :
a.    Informasi yang menjadi sumber komunikasi
 
b.    Bagaimana proses komunikasi tersebut 
c.    Komunikasi antar orang dalam organisasi 

Jika ketiga hal tersebut tidak banyak mengalami hambatan maka komunikasi dalam organisasi akan berjalan lebih berhasil sehingga pelaksanaan pencapaian tujuan menjadi lebih baik. 

Komunikasi Ke Bawah 
    Komunikasi ke bawah dalam suatu organisasi berarti ia mengalir dari wewenang yang lebih tinggi ke wewenang yang lebih rendah. Bentuk yang paling umum adalah instruksi, memo resmi, pernyataan tentang kebijakan perusahaan, prosedur, pedoman kerja, dan pengumuman perusahaan.
    Menurut Katz dan Kahn, komunikasi ke bawah mempunyai lima tujuan pokok, yaitu :
1.    Memberi pengarahan atau instruksi kerja 
2.    Memberi informasi mengapa suatu pekerjaan harus dilaksanakan 
3.    Memberi informasi tentang prosedur dan praktek organisasional 
4.    Memberi umpan balik pelaksanaan kerja kepada para karyawan 
5.    Meyajikan informasi mengenai aspek idiologi yang dapat membantu organisasi menanamkan pengertian tentang tujuan yang ingin dicapai. 

Namun di satu sisi, komunikasi ke bawah juga mengandung kelemahan, yaitu kemungkinan terjadinya penyaringan atau sensor informasi penting sebelum disampaikan kepada para bawahan artinya, informasi yang diterima bawahan tidak seperti aslinya. Davis memberikan saran-saran dalam hal itu sebagai berikut : 
1.    Pimpinan hendaklah sangggup memberikan informasi kepada karyawan apabila dibutuhkan mereka. Jika pimpinan tidak mempunyai informasi yang dibutuhkan mereka dan perlu mengatakan terus terang dan berjanji akan mencarikannya 
2.    Pimipinan hendaklah membagi informasi yang dibutuhkan oleh karyawan. 
3.    Pimpinan mengembangkan suatu perencanaan komunikasi, sehingga karyawan dapat mengetahui informasi yang dapt diharapkannya. 
4.    Berusaha membentuk kepercayaan diantara pengirim dan penerima pesan. 

Komunikasi ke Atas 
    Kebutuhan akan komunikasi ke bawah sama banyaknya dengan jumlah komunikasi ke atas. Alat komunikasi ke atas yang sering digunakan secara luas terdiri dari kotak saran, rapat kelompok, laporan kepada penyelia, dan prosedur permohonan atau keluhan. Bentuk komunikasi ini biasanya tersendat-sendat dan tersaring. Setiap jenjang pimpinan enggan meneruskan masalah ke atas karea hal itu dapat dipadang sebagai pengakun kegagalan. Para pegawai biasanya cenderung hanya memberitahu atasan tentang hal-hal yang menurut mereka ingin didengar atasan. Jadi, setiap bawahan memiliki alasa untuk memilih, menafsirkan dan berbagai tindakan penyaringan informasi lainnya.

Komunikasi Horisontal 
    Tersedianya arus komunikasi horisontal sering kali dilupakan dalam sebuah desian organisasi. Komunikasi horisontal sangat penting bagi koordinasi dan integrasi dari beraneka ragam fungsi keorganisasian. Komunikasi dari teman sejawat ke teman sejawat sering kali diperlukan untuk mengadakan koordinasi dan dapat juga memberikan kepuasan terhadap kebutuhan sosial.

Komuniksasi Diagonal 
    Jenis komunikasi ini jarang sekali dipergunakan, namun komunikasi diagonal adalah penting dalam penting dalam keadaan dimana para anggota tidak dapat berkomunikasi secara efektif lewat jalur lain. Sebagian mungkin melibatkan tenaga penjualan yang mengirim laporan khusus langsung kepada pengawas keuanganan, dan tidak melewati jalur tradisional dalam departemen pemasaran. 

  • PERANAN KOMUNIKASI INFORMAL

Dalam suatu organisasi baik yang berorientasi komersial maupun sosial, tindak komunikasi dalam organisasi atau lembaga tersebut akan melibatkan empat fungsi, yaitu:
1.  Fungsi informatif

Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi (information-processing system).  Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu.

Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti informasi pada dasarnya dibutuhkan oleh semua orang yang mempunyai perbedaan kedudukan dalam suatu organisasi.  Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi.  Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti dan sebagainya.

2.  Fungsi Regulatif

Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi.  Pada semua lembaga atau organisasi, ada dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif ini, yaitu:

1.                  atasan atau orang-orang yang berada dalam tataran manajemen yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan.  Disamping itu mereka juga mempunyai kewenangan untuk memberikan instruksi atau perintah, sehingga dalam struktur organisasi kemungkinan mereka ditempatkan pada lapis atas (position of authority) supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya.  Namun demikian, sikap bawahan untuk menjalankan perintah banyak bergantung pada:
1.                  keabsahan pimpinan dalam penyampaikan perintah
2.                  kekuatan pimpinan dalam memberi sanksi
3.                  kepercayaan bawahan terhadap atasan sebagai seorang pemimpin sekaligus sebagai pribadi
4.                  tingkat kredibilitas pesan yang diterima bawahan.
2.                  berkaitan dengan pesan atau message.  Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja.  Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan-peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.

3. Fungsi Persuasif

Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan.  Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah.  Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.

4. Fungsi Integratif

Setiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat dilaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik.  Ada dua saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (newsletter, buletin) dan laporan kemajuan oraganisasi; juga saluran komunikasi informal seperti perbincangan antarpribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga ataupun kegiatan darmawisata.  Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi.


  • HAMBATAN - HAMBATAN KOMUNIKASI EFEKTIF

Hambatan komunikasi
Di dalam komunikasi  selalu ada hambatan yang dapat mengganggu kelancaran jalannya proses komunikasi . Sehingga informasi dan gagasan yang disampaikan tidak dapat diterima dan dimengerti dengan jelas oleh penerima pesan atau receiver.
Menurut Ron Ludlow & Fergus Panton, ada hambatan-hambatan yang menyebabkankomunikasi tidak efektif  yaitu adalah (1992,p.10-11) :

1. Status effect
Adanya perbedaaan pengaruh status sosial yang dimiliki setiap manusia.Misalnya karyawan dengan status sosial yang lebih rendah harus tunduk dan patuh apapun perintah yang diberikan atasan. Maka karyawan tersebut tidak dapat atau takut mengemukakan aspirasinya atau pendapatnya.

2. Semantic Problems
Faktor semantik menyangkut bahasa yang dipergunakan komunikator sebagai alat untuk menyalurkan pikiran dan perasaanya kepada komunikan. Demi kelancaran komunikasi seorang komunikator harus benar-benar memperhatikan gangguan sematis ini, sebab kesalahan pengucapan atau kesalahan dalam penulisan dapat menimbulkan salah pengertian (misunderstanding) atau penafsiran (misinterpretation) yang pada gilirannya bisa menimbulkan salah komunikasi (miscommunication). Misalnya kesalahan pengucapan bahasa dan salah penafsiran seperti contoh : pengucapan demonstrasi menjadi demokrasi, kedelai menjadi keledai dan lain-lain.

3. Perceptual distorsion
Perceptual distorsion dapat disebabkan karena perbedaan cara pandangan yang sempit pada diri sendiri dan perbedaaan cara berpikir serta cara mengerti yang sempit terhadap orang lain. Sehingga dalam komunikasi terjadi perbedaan persepsi dan wawasan atau cara pandang antara satu dengan yang lainnya.

4. Cultural Differences
Hambatan yang terjadi karena disebabkan adanya perbedaan kebudayaan , agama dan lingkungan sosial. Dalam suatu organisasi terdapat beberapa suku, ras, dan bahasa yang berbeda. Sehingga ada beberapa kata-kata yang memiliki arti berbeda di tiap suku. Seperti contoh : kata “jangan” dalam bahasa Indonesia artinya tidak boleh, tetapi orang suku jawa mengartikan kata tersebut suatu jenis makanan berupa sup.

5. Physical Distractions 
Hambatan ini disebabkan oleh gangguan lingkungan fisik terhadap proses berlangsungnya komunikasi. Contohnya : suara riuh orang-orang atau kebisingan, suara hujan atau petir, dan cahaya yang kurang jelas.

6. Poor choice of communication channels
Adalah gangguan yang disebabkan pada media yang dipergunakan dalam melancarkan komunikasi. Contoh dalam kehidupan sehari-hari misalnya sambungan telephone yang terputus-putus, suara radio yang hilang dan muncul, gambar yang kabur pada pesawat televisi, huruf ketikan yang buram pada surat sehingga informasi tidak dapat ditangkap dan dimengerti dengan jelas.

7. No Feed back
Hambatan tersebut adalah seorang sender mengirimkan pesan kepada receiver tetapi tidak adanya respon dan tanggapan dari receiver maka yang terjadi adalah komunikasi satu arah yang sia-sia. Seperti contoh : Seorang manajer menerangkan suatu gagasan yang ditujukan kepada para karyawan, dalam penerapan gagasan tersebut para karyawan tidak memberikan tanggapan atau respon dengan kata lain tidak peduli dengan gagasan seorang manajer.



Suatu ketika keluarga kecil yang memiliki anak berumur lebih kurang tiga tahun pulang kampung mengunjungi orang tuanya. Betapa senang hati si nenek karena mendapat kunjungan dari anak dan cucunya. Mereka bermain dan bercengkrama bersama hingga sore hari. Merekapun bermaksud untuk kembali pulang kerumah. Karena si nenek masih rindu dan ingin bermain dengan cucunya, maka si nenek meminta agar si cucu tinggal dan tidur bersamanya. Akhirnya karena si nenek mendesak dan si cucupun mau, maka  jadilah si cucu menginap di rumah nenek dan kedua orang tuanya pun pulang
Tengah malam, si cucu terbangun dari tidurnya ingin buang air kecil. Lalu dia membangunkan neneknya. “Nek bangun nek, aku mau nyanyi”. ( rupanya si cucu sudah terbiasa dengan orang tuanya klo mau buang air bilang mau nyanyi). Si nenekpun bangun dan berkata: “Cu, ini kan udah malam, besok aja nyanyinya ya”. Lalu merekapun tidur lagi.
Tidak berapa lama, si cucupun terbangun karena sudah gak tahan mau buang air kecil. “nek bangun nek, aku mau nyanyi”, si cucu terus merengek kepada neneknya. Karena gak tahan dengan rengekan cucunya maka si nenek berkata: “baiklah, kamu nyanyinya di teliga nenek saja ya”. Kontan si cucupun mengencingi telinga neneknya. Dan nenekpun terpaksa menahan marahnya. Rupanya orang tua si cucu lupa memberitahukan kepada si nenek kalau si cucu mau buang air dia akan bilang mau nyanyi.
Demikianlah sebuah anekdot yang berhubungan dengan hambatan dalam beromunikasi. Banyak halyang bisa menghambat untuk terjadinya komunikasi yang efektif. Menurut Leonard R.S. dan George Strauss dalam Stoner james, A.F dan Charles Wankel sebagaimana yang dikutip oleh Herujito (2001), ada beberapa hambatan terhadap komunikasi yang efektif, yaitu :
1. Mendengar. Biasanya kita mendengar apa yang ingin kita dengar. Banyak hal atau informasi yang ada di sekeliling kita, namun tidak semua yang kita dengar dan tanggapi. Informasi yang menarik bagi kita, itulah yang ingin kita dengar.
2. Mengabaikan informasi yang bertentangan dengan apa yang kita ketahui.
3. Menilai sumber. Kita cenderung menilai siapa yang memberikan informasi. Jika ada anak kecil yang memberikan informasi tentang suatu hal, kita cenderung mengabaikannya.
4. Persepsi yang berbeda. Komunikasi tidak akan berjalan efektif, jika persepsi si pengirim pesan tidak sama dengan si penerima pesan. Perbedaan ini bahkan bisa menimbulkan pertengkaran, diantara pengirim dan penerima pesan.
5. Kata yang berarti lain bagi orang yang berbeda. Kita sering mendengar kata yang artinya tidak sesuai dengan pemahaman kita. Seseorang menyebut akan datang sebentar lagi, mempunyai arti yang berbeda bagi orang yang menanggapinya. Sebentar lagi bisa berarti satu menit, lima menit, setengah jam atau satu jam kemudian.
6. Sinyal nonverbal yang tidak konsisten. Gerak-gerik kita ketika berkomunikasi – tidak melihat kepada lawan bicara, tetap dengan aktivitas kita pada saat ada yang berkomunikasi dengan kita-, mampengaruhi porses komunikasi yang berlangsung.
7. Pengaruh emosi. Pada keadaan marah, seseorang akan kesulitan untuk menerima informasi. apapun berita atau informasi yang diberikan, tidak akan diterima dan ditanggapinya.
8. Gangguan. Gangguan ini bisa berupa suara yang bising pada saat kita berkomunikasi, jarak yang jauh, dan lain sebagainya.
Itulah beberapa hal yang dapat menghambat terjadinya komunikasi yang efektif. dari anekdot tadi dapat kita lihat bahwa kata “nyanyi” di artikan berbeda antara si nenek dengan si cucu.  Nenek mengartikan kata nyanyi dengan arti sebenarnya, sedangkan si cucu, -karena telah biasa menggunakan kata nyanyi untuk buang air kecil-, mengartikan “nyanyi” sebagai buang air kecil.
Semoga kita bisa meminimalisir hambatan-hambatan tersebut, sehingga komunikasi yang efektif bisa terjadi.

SUMBER :


9. PENGARAHAN DAN PERKEMBANGAN ORGANISASI


  • PENTINGNYA MOTIVASI

Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu
itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).

A. Pentingnya Motivasi

Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan

sebagai rencana atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup. Dengan kata lain motivasi adalah sebuah proses untuk tercapainya suatu tujuan. Seseorang yang mempunyai motivasi berarti ia
telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam kehidupan.

Lalu apa pentingnya motivasi dalam kehidupan? Tentu saja penting, motivasi adalah merupakan suatu energi dalam diri manusia yang dapat mendorong untuk melakukan aktivitas tertentu dengan tujuan tertentu, contohnya, tanpa motivasi seorang siswa tidak akan membaca, belajar dan sekolah dan akhirnya tentu saja tidak akan mencapai suatu keberhasilan dalam belajar. Begitupula dengan kehidupan sehari-hari, kita pasti memiliki motivasi untuk melakukan banyak hal, mencapai cita-cita dan lainnya. Tanpa motivasi, kita tidak akan bias melanjutkan hidup dengan baik, karena motivasi seperti jiwa dalam cita-cita.

Pentingnya motivasi dalam hidup berasal dari Sumber motivasi itu sendiri , berikut sumber informasi :

a) Motivasi Internal yaitu motivasi dari dalam diri, dari perasaan dan pikiran diri sendiri, tidak perlu adanya rangsangan dari luar. Orang yang memiliki motivasi internal, akan memandang dirinya secara positif. Sebagai contoh, seseorang yang melakukan aktivitas belajar secara terus menerus tanpa adanya motivasi dari luar dirinya dan bila ditinjau dari segi tujuan kegiatannya, orang tersebut ingin mencapai tujuan yang terkandung di dalam perbuatan belajar itu sendiri, misal karena ingin mendapatkan pengetahuan, bukan karena tujuan yang lain.

b) Motivasi eksternal yaitu motivasi dari luar atau mendapatkan rangsangan dari luar. Sebagai contoh, motivasi seseorang timbul karena dari bacaan yang memotivasi, lingkungan, atau dari kehidupan keseharian. Sehingga bila ditinjau dari segi tujuannya orang tersebut tidak langsung terjun didalam apa yang dilakukannya. Hal ini sangat diperlukan bagi orang yang tidak memiliki motivasi internal.

Dari hal yang telah disebutkan di atas, maka motivasi tidak hanya timbul dari dalam diri kita secara sendirinya tetapi dapat ditimbulkan oleh faktor luar atau rangsangan luar. Dan motivasi yang terdapat dalam diri saya lebih kepada motivasi eksternal. Motivasi tersebut timbul tidak dari diri saya tetapi ditimbulkan oleh faktor luar seperti termotivasi untuk mendapatkan hasil atau

nilai yang baik, dari dukungan orang tua, dan meraih cita-cita yang diinginkan. Namun tak selamanya motivasi eksternal itu timbul, sehingga kita perlu menumbuhkan motivasi internal dalam diri kita.

Dan berikut tips untuk menumbuhkan motivasi secara internal :

1. Menciptakan Imbalan. Kalau kita melakukan sesuatu(A), misal belajar maka akan mendapatkan hasil atau IPK yang tinggi. Dengan begitu diri kita akan termotivasi untuk melakukan sesuatu yang berguna(A).

2. Ambil selalu langkah kecil. Terkadang untuk mendapatkan sesuatu yang besar perlu langkah-langkah kecil.

3. Menciptakan Kesusahan. Hal ini merupakan kebalikan dari yang pertama. misalnya kalau kita tidak melakukan sesuatu (B), misal belajar, maka kita tidak akan mendapatkan IPK yang tinggi. Tentu kita akan termotivasi untuk melakukan tindakan ini(B).

4. Susun Rencana beserta langkah-langkahnya. Dengan memiliki rencana, kita seolah-olah punya alur dan plot menuju tujuan secara teratur. Secara tidak langsung ini akan memotivasi dalam mencapai tujuan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan sesuatu dorongan yang akan membuat kita selalu semangat dalam melakukan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan. Misal, seorang suami bekerja keras
mencari uang demi memberi makan keluarganya. Tanpa adanya motivasi, cita-cita atau tujuan yang kita targetkan akan sulit terwujudkan karena kurangnya semangat dalam mencapai tujuan tersebut. Dan dengan memiliki motivasi yang kuat, kita akan akan memiliki apresiasi dan penghargaan yang tinggi terhadap diri dan hidup ini, sehingga tidak ada keraguan dalam mencapai tujuan atau cita-cita kita.
  • PANDANGAN MOTIVASI DALAM ORGANISASI

 Lima fungsi utama manajemen adalah planning, organizing, staffing, leading, dan controlling. Pada pelaksanaannya, setelah rencana dibuat (planning), organisasi dibentuk (organizing), dan disusun personalianya (staffing), maka langkah berikutnya adalah menugaskan/mengarahkan karyawan menuju ke arah tujuan yang telah ditentukan. Fungsi pengarahan (leading) ini secara sederhana adalah membuat para karyawan melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan dan harus mereka lakukan. Memotivasi karyawan merupakan kegiatan kepemimpinan yang termasuk di dalam fungsi ini. Kemampuan manajer untuk memotivasi karyawannya akan sangat menentukan efektifitas manajer. Manajer harus dapat memotivasi para bawahannya agar pelaksanaan kegiatan dan kepuasan kerja mereka meningkat.

Berbagai istilah digunakan untuk menyebut kata ‘motivasi’ (motivation) atau motif, antara lain kebutuhan (need), desakan (urge), keinginan (wish), dan dorongan (drive). Dalam hal ini, akan digunakan istilah motivasi yang diartikan sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.
Motivasi menunjuk kepada sebab, arah, dan persistensi perilaku. Kita bicara mengenai penyebab suatu perilaku ketika kita bertanya tentang mengapa seseorang melakukan sesuatu. Kita bicara mengenai arah perilaku seseorang ketika kita menanyakan mengapa ia lakukan suatu hal tertentu yang mereka lakukan. Kita bicara tentang persistensi ketika kita bertanya keheranan mengapa ia tetap melakukan hal itu (Berry, 1997).

Suatu organisme (manusia/hewan) yang dimotivasi akan terjun ke dalam suatu aktivitas secara lebih giat dan lebih efisien daripada yang tanpa dimotivasi. Selain menguatkan organisme itu, motivasi cenderung mengarahkan perilaku (orang yang lapar dimotivasi untuk mencari makanan untuk dimakan; orang yang haus, untuk minum; orang yang kesakitan, untuk melepaskan diri dari stimulus/rangsangan yang menyakitkan (Atkinson, Atkinson, & Hilgard, 1983).

Sampai pada abad 17 dan 18, para pakar filsafat masih berkeyakinan bahwa konsepsi rasionalisme merupakan konsep satu-satunya yang dapat menerangkan tindakan-tindakan yang dilakukan manusia. Konsep ini menerangkan bahwa manusia adalah makhluk rasional dan intelek yang menentukan tujuan dan melakukan tindakannya sendiri secara bebas berdasarkan nalar atau akalnya. Baik-buruknya tindakan yang dilakukan oleh seseorang sangat tergantung dari tingkat intelektual orang tersebut. Pada masa-masa berikutnya, muncul pandangan mekanistik yang beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh manusia timbul dari adanya kekuatan internal dan eksternal, diluar kontrol manusia itu sendiri. Hobbes (abad ke-17) mengemukakan doktrin hedonisme-nya yang menyatakan bahwa apapun alasan yang diberikan oleh seseorang atas perilakunya, sebab-sebab terpendam dari semua perilakunya itu adalah adanya kecenderungan untuk mencari kesenangan dan menghindari kesusahan.

Teori Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang.
Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya:

1.      Durasi kegiatan;
2.      Frekuensi kegiatan;
3.      Persistensi pada kegiatan;
4.      Ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan;
5.      Devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan;
6.      Tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan;
7.      Tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan;
8.      Arah sikap terhadap sasaran kegiatan.


  • TEORI - TEORI MOTIVASI
  1. TEORI ISI
Motivasi merupakan salah satu daya perangsang kepada pegawai, dengan istilah populer sekarang pemberian kegairahan bekerja pada pegawai. Sebelumnya untuk menjelaskan apa itu teori isi motivasi, sebaiknya kita harus mengerti apa pengertian motivasi itu sendiri. Motivasi berasal dari motive atau prakata bahasa latinnya, yaitu movere yang berarti “mengerahkan”. Seperti yang dikatakan Liang Gie dalam bukunya Martoyo motive atau dorongan adalah suatu dorongan yang menjadi pangkalseseorang melakukan sesuatu atau bekerja. 

Teori isi motivasi pada dasarnya ingin melihat “apa” dari motivasi tersebut. Teori ini ingin melihat faktor-faktor dalam seseorang yang menyebabkan ia berprilaku tertentu dan kebutuhan apa yang ingin dipenuhi seseorang? Kenapa seseorang terdorong berperilaku tertentu? Kebutuhan tersebut ingin dipenuhi, dan hal ini menyebabkan seseorang untuk berperilaku tertentu. Ada pula nama lain dari teori ini yaitu teori content ini berasumsi bahwa perilaku manusia didorong oleh stimuli internal (kebutuhan-kebutuhan) tertentu. Oleh karena itu teori ini lebih banyak memperhatikan sebab-sebab internal dan eksternal perilaku (needs dan incentives) ada tiga variable utama dalam menjelaskan perilaku utama dalam menjelaskan perilaku pekerja (tenaga kependidikan). 

Pertama, Employee Needs. Seseorang pekerja (tenaga kependidikan) mempunyai sejumlah kebutuhan yang hendak dipenuhi, yang berkisar pada: kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Kedua, Organizational Incentives. Organisasi mempunyai sejumlah rewads untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pekerja (tenaga kependidikan), sehingga faktor-faktor ini sangatlah berpengaruh terhadap arah dari perilaku pekerja (tenaga kependidikan). Ketiga, Perceptual Outcomes. Pekerja (tenaga kependidikan) biasanya mempunyai sejumlah persepsi mengenai; Nilai dari reward organisasi, hubungan antara performansi dengan rewards, dan kemungkinan yang bisa dihasilkan melalui usaha mereka dalam performansi kerjanya. 

Adapun hirarki teori ini adalah Needs/Kebutuhan---Drive/Dorongan----Actions/Tindakan---Kepuasaan, kemudian kembali kepada Needs/Kebutuhan. Seseorang pada mulanya mempunyai kebutuhan. Misalkan seseorang haus, berarti ia mempunyai kebutuhan untuk minum. Kebutuhan tersebut mendesak lebih kuat, ingin dipenuhi, dan berubah menjadi doringan. Kemudian dengan sendirinya orang tersebut melakukan tindakan, misalnya ia pergi membeli minuman dan meminumnya. Sehingga terpenuhilah kebutuhan dirinya.

Sekilas teori ini sangat sederhana, tetapi dalam praktek ada banyak kesulitan dalam menerapkan teori tersebut. Sekilas, pimpinan dapat menentukan kebutuhan apa yang diingini oleh karyawannya (tenaga pengajar) dengan melihat perilaku seorang tengaga pengajar. Namun bebrapa kesulitan akan muncul. Pertama, kebutuhan sangat berbeda dari satu orang ke orang lainnya, dan berubah dari waktu ke waktu. Menentukan kebutuhan seseorang dan member insentif untuk memotivasi orang tersebut, bukan merupakan pekerjaan mudah. Kedua, cara kebutuhan dimanifestasikan ke dalam tindakan juga akan sangat berbeda. Seseorang yang membutuhkan uangkan bekerja lebih keras dengan harapan memperoleh imbalan ekstra. Tetapi orang lain barangkali akan lebih senang mengurangi kerja di kantor dan menambah jam kerja di luar kantor (sambilan) dengan harapan dapat memperoleh imbalan tambahan. Inilah yang kebanyakan terjadi di negeri ini, guru- guru kita banyak melakukan pekerjaan sambilan demi mendapatkan tambahan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya, sehingga kompetensinya tidak terpenuhi. Hal ini dapat kita lihat bahwa guru yang seperti ini pastilah tidak akan konsentrasi dengan tugas pokoknya sebagai pengajar. Hingga akhirnya berimbas pada kualitas pendidikan di Indonesia. Sehingga para pimpinan dalam lembaga pendidikan Islam tidaklah mudah menerapkan teori ini begitui saja. Untuk memperdalam teori ini, ada beberapa tokoh dalam teori isi antara lain Maslow, Herzberg, dan McCleand.

a. Teori Motivasi Maslow

Abraham Maslow, dari Brandeis university, sangat terkenal dengan teori hierarki kebutuhannya, yang banyak dijadikan sebagai titik acuan oleh sarjana oleh sebagian besar sarjana untuk memahami motivasi kerja seseorang dalam organisasi, baik skala mikro maupun makro. Teori hierarki kbutuhan yang bersifat deduktif tersebut, oleh Maslow dikembangkan atas dasar tiga asumsi pokok, yaitu:

(1) People are wanting animals. Their desires are never completely satisfied. As soosn as one of his need is satisfied, another appears in its place. This procee is unending. It continues from brth to death. (Manusia adalah makhluk yang selalu berkeinginan, dan keinginan mereka selalu tidak pernah terpenuhi seluruhnya. Setelah satu keinginan terpenuhi langsung muncul keinginan lain. Proses ini tidak berakhir. Proses ini berlangsung dari lahir hingga mati).

(2) A satisfied need is not a motivator of human behavior. (kebutuhan atau keinginan yang sudah terpenuhi tidak akan menjadi pendorong lagi).

(3) Human needs are arranged in a hierardhy of importance.(Kebutuhan manusia tersusun menurut hierarki tingkat pentingnya kebutuhan). 

Berikut ini penjelasan kebutuhan seseorang tersusun secara hierarkis yaitu :

- Aktualisasi yaitu kebutuhan untuk berkembang, kebutuhan untuk mewujudkan potensi diri. Misalnya mencapai prestasi tertentu, memberi pekerjaan yang menantang dan lain sebagainya.
- Pengakuan yaitu kbutuhan dihormati orang lain, kebutuhan mampu menyelesaikan pekerjaan, kebutuhan self-esteem. Misalnya jabatan, posisi, dan lain sebagainya.
- Sosial yaitu kebutuhan akan cinta, perhatuan, perasaan bersatu, dan kontak dengan manusia lainnya. Misalnya kebersamaan, teman kerja dan lain sebagianya.
- Keamanan yaitu kebutuhan akan keamanan, dan bebas dari kelakuan akan ancaman. Misalnya stabilitas pendapatan, rencana pensiun dan lain sebagianya.
- Fisiologis yaitu kebutuhan akan udara, makan, minum, tempat tingal, dan sex. Misalnya makanan, gaji dasar dan sebagainya. 

b. Teori Motivasi Alderfer (ERG)

Menurut teori motivasi yang dikemukakan oleh Clayton P. Alderfer bahwa dorongan motivasi timbul dari tiga macam kebutuhan yang disebut sebagai ERG, yaitu:
- Existence (E)
- Relatedness (R)
- Growth (G)
Kebutuhan eksistensi berasal dari beberapa kebutuhan fisiologis seperti makan, minum, gaji, dan kondisi kerja. Kebutuhan interaksi (Relatedness) berasal dari kebutuhan berhubungan dengan orang lain, keluarga, atasan, bawahan, teman atau bahkan msuh. Kebutuhan pertumbuhan (Growth) mendorong seseorang untuk lebih kreatif atau lebih produktif. Sehingga letak perbedaannya Alferder menyingkat lima kebutuhan Maslow menjadi tiga macam kebutuhan.

c. Teori Motivasi David McClelland

Menurutnya, ada tiga kebutuhan dasar yang memotivasi manusia. Ketiga kebutuhan tersebut adalah:
- Kebutuhan akan kekuasaan (need for power atau n-pow). Manusia ingin mempunyai kekuasaan.
- Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation atau n-aff). Manusia ingin berinteraksi dengan orang lain.
- Kebutuhan akan prestasi (need for achievement atau n-ach). Manusia ingin senantias berprestasi dan mempunyai keinginan kuat untuk selalu sukses sekaigus mempunyai kekhawatiran yang sangat tinggi terhadap kegagalan. 

d. Teori Motivasi Herzberg

Herzberg berkesimpulan ada dua faktor yang menetukan motivasi seseorang yaitu: pertama, satisfiers merupakan faktor pendorong motivasi seseorang. Adanya faktor tersebut membuat motivasi seseorang terdorong. Sebaliknya, kedua, apabila dissatisfiers (faktor hygiene) adam seseorang akan merasa terganggu kerjanya. Tetapi kalau faktor dissatisfiers dihilangkan, motivasi tidak akan muncul dengan sendirinya. Motivasi hanya muncul apabila faktor satisfiers ada. Sehingga keduanya satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

2. TEORI PROSES

Teori proses dalam motivasi berusaha menjelaskan bagaimana dan tujuan apa yang membuat seseorang berperilaku tertentu. Jika kita memperhatikan teori isi berusaha mencari jawab mengenai “apa” motivasi, sedangkan teori proses berusaha menjawab “bagaimana” suatu motivasi. Sehingga penekanannya jauh berbeda yakni teori proses lebih mengarahkan perhatiannya pada proses melalui para pekerja yang melakukan pilihan-pilihan motivasinya. Teori proses menyatakan bahwa perilaku seseorang pekerja dapat dikendalikan dengan rewards dan punishment (hukuman).
Menurut teori ini, motivasi timbul karena adanya kebutuhan (needs), kemudian ada harapan (expectancy) terhadap kemungkinan memperoleh balasan (rewards) yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Valance atau kekuatan keinginan seseorang terhadap rewards atau balasan juga akan menetukan seberapa besar motivasi seseorang. 

Melihat beberapa pendapat diatas dapat kami simpulkan bahwa teori ini menjelaskan perilkau seorang pekerja (pendidik) dapat dihasilkan dan dipertahankan melalui penyokong luar atau rewards. Sehingga dari pekerja (pendidik) akan saling berbeda, sesuai dengan tingkat pendidikan dan kondisi ekonominya. Dapat kita melihat orang yang mempunyai pendidikan yang tinggi dan semakin independen secara ekonomi, maka sumber motivasinya pun akan berbeda, tidak lagi semata-mata ditentukan oleh sarana motivasi tradisional, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor kebutuhan akan internal. Untuk lebih jelasnya teori proses ini dikembangkan oleh beberapa ahli sebut saja Vroom serta Lawrence dan Porter yang menjelaskannya lebih terperinci.

a. Teori pengharapan Vroom

Vroom melakukan kritik keras terhadap teori Herzberg dan teori lain yang terlalu tergantung pada isi dan konteks kerja dalam teori motivasi kerja. Dia mengajukan teori yang baru yaitu motivasi pengharapan. Menurutnya motivasi seseorang akan tergantung pada antisipasi hasil dari tindakannya (dapat negative atau positif) dikalikan dengan kekuatan pengharapan orang tersebut bahwa hasil yang diperoleh akan menghasilkan sesuatu yang dia inginkan. Dengan kata lain, motivasi seseorang akan tergantung dari antisipasi hasil dan probabilitas tujuan orang tersebut akan tercapai.


b. Model Porter-Lawler

Model ini merupakan pengembangan model pengharapan Vroom. Menurutnya kepuasan pekerja akan mendorong prestasi. Porter-Lawler membalik hubungan tersebut dan mengatakan bahwa prestasi kerja akan mendorong kepuasan pekeraj (pendidik). Menurut model tersebut, prestasi menghasilkan dua macam balasan yaitu: pertama Intinsik yakni balasan yang berasal dari internal kerja itu sendiri, seperti pengakuan atau kepuasan mencapai prestasi tertentu dan kedua Ekstrinsik yakni balasan dari pihak luar, seperti gaji dan promosi. 

Sehingga karyawan akan mengevaluasi balasan (imbalan) tersebut untuk melihat apakah seimbang dengan apa yang mereka kerjakan apakah cukup adil dan wajar. Apabila karyawan merasa diperlakukan cukup adil dan wajar, maka karyawan akan merasakan kepuasan kerja, begitupun sebaliknya karyawan akan merasa tidak puas jika yang dia dapatkan tidak adil (bahkan diperlakukan sewenang-wenang) dan merasa tidak wajar. Kemudian janganlah kita merasa heran melihat para pendidik mengajar dengan “sesuka hatinya”, kemungkinan apa yang dia dapatkan tidak wajar.

c. Teori Motivasi Keadilan (Equity Approach)

Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara yang dibuat bagi kepentingan organisasi (lembaga pendidikan) dalam imbalan yang diterima. Artinya, apabila seseorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi yang pertama adalah seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar. Kedua, adalah mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. 

Teori ini mengatakan bahwa motivasi, prestasi, dan kepuasan kerja merupakan fungsi dari persepsi keadilan (atau kewajaran) yang dirasakan oleh pendidik terhadap balasan yang diterimanya. Keadilan tersebut diukur berdasarkan rasio antara output yang dihasilkan orang tersebut (missal, gaji atau promosi) dengan input seseorang (missal usaha atau keterampilan). Kemudian dia akan mengembangkan rasio dia dengan rasio orang lain pada situasi yang sama. Pertimbangan subjektif tersebut akan menentukan kepuasan, prestasi, dan motivasi kerja orang tersebut.
Sehingga wajarlah kemudian banyak tenaga pendidik (terutama guru honorer) banyak melakukan tuntutan, karena ia merasakan ketidakadilan dengan apa yang mereka berikan untuk kemajuan pendidikan.

d. Teori Penentuan Tujuan (Goal Setting Theory)

Teori ini mengasumsikan manusia sebagai individu yang berpikir, yang berusaha mencapai tujuan tertentu. Teori ini memfokuskan pada proses penetapan tujuan itu sendiri. Artinya jika karyawan (pendidik) tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk mebcapi tujuan, maka ia tidak akan mau (tidak termotivasi) bekerja untuk mencapai tujuan tersebut. 

3. Teori Reinforcement

Teori isi mencoba menjelaskan “apa”, teori proses mencoba menjelaskan “bagaimana”. Sedangkan teori motivasi reinforcement mencoba menjelaskan peranan balasan dalam membentuk perilaku tertentu. Artinya teori ini menganggap bahwa jika suatu perilaku akan diberi balasan yang menyenangkan (rewarding), maka dengan sendirinya perilaku tersebut akan diulangi lagi bahkan meningkatkan di masa yang akan mendatang. Begitupun sebaliknya, jika suatu perilaku diberi hukuman (balasan yang tidak menyenangkan atau punishment) maka dengan sendirinya perilaku tersebut tidak akan diulangi.


Proses reinforcement dapat digambarkan sebagai berikut ini.

Respons masa mendatang
àKonsekuensi à Respons àStimulus
Dari gambaran diatas stimulus (perintah), yang kemudian seseorang berperilaku tertentu (mlakukan perintah atasan). Kemudian, karena menjalankan perintah dengan baik ada konsekuensi tertentu (mendapatkan upah yang sebanding). Karena dengan imbalan yang memadai, maka dengan sendirinya perilaku tersebut akan diulangi bahkan meningkatkan kinerjanya di masa yang akan mendatang.

Sedangkan dalam Perubahan perilaku manusia dapat dilakukan dengan menggunakan teori reinforcement. Pertama, reinforcement positif ditujukan untuk memperkuat perilaku tertentu (perilaku tertentu di ulangi lagi) dengan jalan memberi balasan yang positif. Kedua, avoidance (penghindaran), manusia tidak melakukan suatu perilaku tertentu karena ingin menghindari konsekuensi yang tidak menyenangkan. Karyawan akan selalu dating tepat waktu karena ingin menghindari konsekuensi yang tidak menyenangkan berupa hukuman pemotongan gaji bahkan teguran yang keras dari pimpinan. Ketiga, extinction (pemadaman) digunakan untuk memperlemah perilaku tertentu dengan jalan mengabaikan, tidak ada reinforcement perilaku tersebut. Dengan jalan semacam itu suatu perilaku diharapakan semakin mlemah dan pada akhirnya “hilang”. Jika pemadaman tidak berhasil menghilangkan perilaku tertentu, manajer (pimpinan lembaga) dapat menggunakan hukuman (punishment). Hal ini pun dapat teraplikasi dalam dunia pendidikan dengan memperhatikan peranan balasan kesejahteran tenaga kependidikan, sehingga berbanding lurus dengan apa yang dia berikan (mengabdikan dirinya secar “totalitas” dalam pendidikan).
B. Kritik Terhadap ke 3 Teori Tersebut

1. Kritik terhadap teori Isi

Meskipun teori isi menyumbangkan pemahaman terhadap motivasi manusia, terlebih dalam mengaplikasikan dalam dunia pendidikan. Tetapi teori ini bukannya tanpa kritik. Menurut Hamdun M. Hanafi “teori ini nampak sederhana, manajer tinggal menentukan kebutuhan akan karyawan, dan kemudian berusaha memacu karyawan tersebut untuk bekerja mencapai tujuan organisasi sambil memnuhi kebutuhannya sendiri. Karyawan diberi gaji agar mau bekerja mencapai tujuan organisasi, karena karyawan mempunyai kebutuhan fsiiologis”. Namun demikian motivasi tersebut sangatlah kompleks.
Kebutuhan seseorang pada umumnya berubah baik itu di pengaruhi waktu, budaya, bahkan letak goegrafis. Sebagai contoh manajer (pimpinan) kewalahan dalam menentukan keinginan para pekerjanya (pendidik), karena kebutuhan seseorang akan kebutuhan hidupnya. Begitupun bias budaya kemungkinan juga berpengaruh terhadap kebutuhan. Model motivasi seperti Maslow mungkin hanya berlaku di Amerika Serikat saja, tingkatan hirarkis kemungkinan akan berlainan dari satu budaya ke budaya yang lainnya.
2. Kritik Terhadap Teori Proses
Teori proses motivasi membantu memahami proses motivasi, tetapi teori tidak dapat langsung diaplikasikan. Manejer harus memahami dulu bawahan dan kepribadian mereka, dan hal ini memakan waktu dan usaha. Karyawan yang mengalami perlakukan tidak adil di masa yang lalu atau tidak terpenihi kebutuhannya di masa lalu,akan cenderung tidak percaya kepada manejer. Hal ini juga membutuhkan waktu untuk mengembalikan kepercayaan karyawan tersebur. Manejer dapat mengatasi hal ini dengan cara menetapkan satandar yang jelas dan adil. Teori proses mengajarkan bahwa kepuasan karyawan dalam menyelesaikan tugas dengan baik, merupakan kepuasan tersendiri bagi karyawan. Manejer harus menyediakan sumberdaya yang didapatkan agar karyawan tersebut mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik.
3. Kritik Terhadap Teori Perlakuan (Reinforcement)
Teori ini tampak terlalu sederhana. Sekilas nampak dengan teori motivasi klasik ( jika kita menggunakan uang sebagai perlakukan positif ), meskipun teori tersebut lebih dari sekedar teori klasik. Perubahan perilaku manusia nampak seperti perubahan perilaku binatang atau robot, yang nampaknya menyalahi anggapan bahwa manusia merupakan mahluk yang dapat memilih. Perubahan perilaku manusia mempunyai kesan negative dan dikhawatirkan dapat digunakan dengan salah oleh orang-orang yang “salah”. Tetapi teori tersebut nampak lebih praktis karena manejer tinggal memberi konsekuensi positif terhadap perilaku yang baik, dengan harapan perilaku tersebut akan terulang. Manejer tidak dapat mempelajari semua katakteristik karyawan yang sangat sulik dilakukan. Manejer tinggal menetapkan perilaku yang diinginkan atau yang tidak diinginkan dengan jelas, dan kemudian menetapkan balasan terhadap perilaku-perilaku tersebut dengan jelas dan adil. 




8. PENYUSUNAN PERSONALIA

  • PROSES PUNYUSUNAN PERSONALIA

Penyusunan personalia adalah fungsi manajemen yang berhubungan dengan perekrutan, penempatan, lahan, dan pengembangan anggota organisasi. Kegiatan – kegiatan penyusunan personalia berhubungan dengan tugas – tugas kepemimpinan, motivasi, dankomunikasi. Lalu pembahasannya menjadi bagian dari fungsi pengarahan. Fungsi tersebut berhubungan dengan fungsi pengorganisasian. Semua fungsi manajemen saling berkaitan sehingga fungsi penyusunan personalia harus dilakukan oleh manajer.

Proses Penyusunan PersonaliaProses penyusunan personalia adalah serangkaain kegiatan yang dijalankan secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan personalia organisasi dengan SDM, posisi, dan waktu yang tepat. Proses ini dilaksanakan dalam dua lingkungan yang berbeda yaitu lingkungan eksternal dan lingkungan internal.

 Unsur – unsurnya terdapat dalam organisasi. Langkah – langkah proses ini mencakup :

1.Perencanaan sumber daya manusia : dirancang untuk memenuhi kebutuhan personalia organisasi.

2.Penarikan : berhubungan dengan pengadaaan calon – calon yang sesuai dengan rencana sumber daya manusia.

3.Seleksi : penilaian dan pemilihan para calon personalia.

4.Pengenalan dan orientasi : dirancang untuk membantu para calon yang terpilih dapat menyesuaikan diri.

5.Latihan dan pengembangan : bertujuan untuk meningkatkan kemampuan individu dan kelompok demi efektivitas organisasi.

6.Penilaian pelaksanaan kerja : membandingkan pelaksanaan kerja perseorangan dan tujuan – tujuan yang dikembangkan untuk posisi tersebut.

7.Pemberian balas jasa dan penghargaan : digunakan sebagai kompensasi pelaksanaan kerja dan motivasi untuk pekerjaan selanjutnya.

8.Perencanaan dan Pengembangan karir : mencakup promosi, demosi, penugasan kembali, pemecatan, dan pensiun.
  • PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA

Suatu organisasi tidak bisa menunggu orang – orang yang mereka butuhkan untuk posisi tertentu. Mereka harus merencanakan kebutuhan dan memutuskan dimana menemukan orang – orang yang dicari di masa depan. Perencanaan personalia termasuk dalam hal ini diperlukan untuk menyediakan macam dan jumlah karyawan yang dibutuhkan dalam pencapaian organisasi. Ada 3 bagian perencanaan personalia :1.Penentuan jabatan yang harus di isi, kemampuan karyawan yang dibutuhkan untuk mengisi posisi tersebut.2.Pemahaman tenaga kerja dimana karyawan pontesial ada.3.Pertimbangan kondisi permintaan dan penawaran karyawan.
  • PENARIKAN DAN SELEKSI KARYAWAN

Setelah menetukan kebutuhan personalia organisasi, langkah selanjutnya adalah penarikan karyawan dari sumber internal dan eksternal perusahaan tersebut. Lalu menyeleksi para calon karyawan yang tersedia dari hasil penarikan.

Penarikan Personalia

Rekruitmen berhubungan derngan pencarian dan penarikan sejumlah karyawan potensial yang akan diseleksi untuk memenuhi kebutuhan organisasi, termasuk dengan jabatan – jabatan yang tersedia.Metode yang digunakan untuk menarik personalia beragam, dalam industry yang berbeda dan lokasi yang berbeda. Banyak manajer pasif, hanya menunggu pelamar dan ada pula yang menggunakan pendekatan agresif. Metode yang biasa digunakan adalah pengiklanan, penggunaan tenaga honorer, rekomendasi dari karyawan yang bekerja,penarikan melalui lembaga – lembaga pendidikan, kantor penempatan tenaga kerja, serikat buruh dan penggunaan komputer.

Seleksi Personalia

Seleksi adalah pemilihan seseorang tertentu dari beberapa kelompok potensial untuk melaksanakan jabatan tertentu. Secara teori, seleksi tampak sederhana. Manajemen memutuskan kemampuan individu untuk melaksanakan pekerjaan secara efektif. Lalu Manajer melihat prestasi pelamar di masa lampau dan memilih individu yang memenuhi persyaratan suatu jabatan. Tapi dalam prakteknya, seleksi adalah bagian yang sangat rumit. Prestasi masa lampau merupakan penunjuk terbaik di masa depan. Yang telah dilakukan di masa lalu (pengalaman kerja, nilai saat sekolah, kegiatan ekstrakurikuler) adalah unsur yang paling tepat tentang apa yang akan dilakukan kemudian. Pemilihan karyawan “tepat” untuk jabatan yang sesuai sangat membantu kemajuan organisasi.Prosedur seleksi adalah berbagai prosedur untuk membandingkan pelamar dengan syarat jabatan yang tersedia. Langkah – langkah yang biasa digunakan dalam seleksi adalah:

1. Wawancara pendahuluan

2. Pengumpulan data pribadi

3. Pengujian

4. Wawancara yang lebih mendalam

5. Pemeriksaan referensi prestasi

6. Pemeriksaan kesehatan

7. Keputusan pribadi8. Orientasi jabatan

  • LATIHAN DAN PERKEMBANGAN KARYAWAN

Karyawan baru biasanya telah memiliki pendidikan dan latihan dasar yang diperlukan. Hal itu mereka dapat dari suatu sistem pendidikan dan pengalaman yang berbuah kemampuan dan kecakapan tertentu. Manajer harus memulai dengan kondisi yang sekarang untuk membuat karyawan lebih produktif.Latihan dan pengembangan karyawan bertujuan untuk memperbaiki efektifitas kerja untuk mencapai tujuan. Latihan digunakan untuk memperbaiki penguasaan ketrampilan – ketrampilan dan teknik peleksanaan pekerjaan tertentu. 

Pengembangan meliputi peningkatan kemampuan, sikap dan sifat kepribadian. Pengembangan dapat terjadi secara formal atau informal.Pengembangan karyawan sangat dibutuhkan bagi individu atau organisasi. Akibat dari pertumbuhan dan perkembangan organisasi adalah organisasi harus mengeluarkan biaya pengembangan karyawannya, dan juga ‘harga’ yang harus dibayar karena pemborosan, pekerjaan yang buruk, keluhan dan rotasi karyawan.Hasil dari pengembangan adalah meningkatka kepuasan kerja karyawan, karyawan menjadi lebih percaya diri, dan juga memberi nilai tambah bagi masyarakat dan rekan kerja. Manusia seharusnya tidak boleh berhenti belajar karena belajar adalah suatu proses seumur hidup. Maka, pengembangan karyawan harus dinamis dan berkesinambungan.

Metoda – Metoda Latihan dan Pengembangan Pada umumnya karyawan dikembangkan dengan konsep ‘on the job’ dan ‘off the job’.•Metoda ‘on the job’ (yang biasa digunakan)

1.Coaching (atasan memberi arahan pada bawahan dalam pekerjaan rutin mereka)

2.Planned progression (pemindahan karyawan dalam saluran yang ditentukan melalui tingkatan organisasi yang berbeda)

3.Rotasi jabatan ( pemindahan karyawan melalui jabatan – jabatan yang bervariasi)

4.Penugasan sementara (bawahan ditetapkan pada posisi manajemen tertentu dengan jangka waktu yang ditetapkan)

5. Sistem penilaian prestasi formal

Banyak perusahaan besar memperoleh manfaat dengan program pengembangan ‘on the job’. Adapun pengembangan ‘off the job’ dilakukan dengan cara:

1.Program – program pengembangan ekslusif (para manajer berpartisipasi dalam program yang dibuka untuk umum melalui penggunaan analisa kasus, simulasi dan metode pengajaran lainnya)

2.Latihan laboratorium (seseorang belajar menjadi lebih sensitive terhadap orang lain, lingkungan, dsb.)

3.Pengembangan organisasi (mengutamakan tentang perubahan, pertumbuhan dan pengembangan total organisasi)


  • PEMBERIAN KOMPENSASI PADA KARYAWAN

Kompensasi adalah pemberian finansial sebagai balas jasa untuk pekerjaan yang dilaksanakan dan motivator untuk melaksanakan pekerjaan yang akan dating. Hal ini adalah masalah yang membingungkan bagi personalia karena mempengaruhi sudut pandangan para karyawan.

Penetuan KompensasiTiga faktor penentu praktek mnajemen dan kebijaksanaan :

1.Kesediaan membayar. (memberi upah secara adil adalah pernyataan yang tidak berlebihan bagi para manajer. Karena itu manajer, berharap bahwa karyawan bekerja sesuai upah yang mereka terima. Manajer juga harus memotivasi bawahannya agar upah yang lebih dapat mereka terima)

2.Kemampuan membayar. (dalam jangka panjang, realisasi pemberian kompensasi tergantung pada kemampuan finansial dari perusahaan. Faktor penurunan produktivitas karyawan dan inflasi akan mempengaruhi pendapatan nyata karyawan)

3.Perayaratan – persyaratan pembayaran. (dalam jangka pendek, penggajian sangat terganting pada tekanan eksternal, contoh, pemerintah, organisasi karyawan, kondidi permintaan dan penawaran SDM dan pesaing)